Oleh : Hengki Agus Rifa'i,
17 Agustus 71 tahun silam, Indonesia
menyaksikan sebuah momentum besar yang akan selalu dikenang sepanjang masa
berdirinya Republik ini. Perjuangan dengan pengorbanan harta, jiwa, dan tenaga
rakyat Indonesia telah menemui titik puncaknya dengan proklamasi kemerdekaan;
sebuah pernyataan diri untuk bebas dan lepas dari monopoli dan kolonialisasi,
serta kesiapan untuk menata masa depan dengan mandiri. Tak hanya darah
pahlawan, kemerdekaan Indonesia tak lepas dari sumbangsih besar hasil cucuran
keringat pengorbanan pemuda pertiwi yang mendambakan sebuah negeri yang
berdaulat, bukan hanya untuk mulai menentukan nasibnya sendiri, tapi juga menjadi
sebuah bangsa yang besar dengan segala pencapaiannya.
Hengki Agus Rifa'i, Sahabat PIC Ambassador Sumatera Barat |
Hari ini, Indonesia bersorak bersuka cita menyanyikan lagu
Indonesia Raya di sekolah, tanah lapang, dan jala raya, sekali lagi untuk
mengenang momen sakral, tepat tujuh puluh satu tahun silam. Kemerdekaan yang
kita diperingati kini sedikit banyak telah membawa perubahan yang lebih baik
bagi bangsa ini. Sayangnya, kita perlu mengakui bahwa apa yang kita raih selama
71 tahun ini tidak lebih baik dari apa yang telah diraih Republik Korea Selatan
selama 68 tahun terakhir. Dengan jarak waktu kemerdekaan yang hanya berbeda 2
hari dalam hitungan, Republik Korea Selatan telah jauh mengungguli kita dalam
banyak hal, terutama kemajuan ekonomi, terlepas dari kondisi perang saudara
yang mereka alami sampai saat ini. Sudah sepatutnya kita bertanya kepada diri
sendiri, “Mengapa bisa seperti ini?”
Hal yang patut kita perhatikan adalah Korea Selatan
merupakan satu dari lima Negara yang mengalami bonus demografi dan sukses
memanfaatkan kondisi tersebut untuk jauh memajukan negaranya. Sadar dengan
kondisi geografis dan sumber daya alam mereka yang tidak terlalu signifikan,
Korea Selatan bergerak habis-habisan untuk mengembangkan sumber daya manusia
yang mereka miliki. Majunya industri yang ditandai dengan banyaknya perusahaan
teknologi canggih dan merebaknya budaya Korea di hampir seluruh penjuru dunia
adalah bukti bagaimana mereka sukses memanfaatkan bonus demografi.
Hal ini
tidak terlepas dari upaya masif yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan untuk
mengembangkan intellectual capital yang mereka miliki, salah satunya adalah
dengan mengirimkan sebanyak mungkin pemuda untuk belajar di luar negeri untuk
kemudian pulang dan membangun negaranya. Tak heran jika kemudian kita menjumpai
Samsung yang mampu bersaing dengan Apple dan produk industri otomotif Korea
yang menyaingi Toyota.
Indonesia akan mengalami bonus demografi dalam beberapa
tahun ke depan; sebuah kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif akan jauh
melebihi jumlah penduduk usia non-produktif. Kondisi ini juga akan dibarengi
dengan menurunnya tingkat dependensi kelompok usia non-produktif terhadap
kelompok usia produktif. Kondisi bonus demografi ini tentu adalah sebuah
peluang sekaligus tantangan besar bagi Indonesia karena jumlah pemuda yang
tinggi akan meningkatkan kemungkinan produktifitas. Untuk itu, sudah saatnya
bagi Indonesia untuk berbenah, mempersiapkan diri untuk menyambut peluang ini.
Pemuda adalah kunci pembangunan Negara; oleh karena itu, pembangunan dan
pengembangan pemuda adalah mutlak sebuah keharusan.
Untuk itu, sudah waktunya
bagi Indonesia untuk mulai membangun pemuda dengan salah satu hal krusial:
meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dalam beberapa tahun ke depan,
Indonesia membutuhkan pemuda yang bukan hanya mampu bekerja untuk menghidupi
keluarganya tapi juga menyumbangkan tenaganya untuk Negara. Indonesia
membutuhkan pemuda yang bukan hanya mencari pekerjaan tapi sebisa mungkin juga
membuka peluang kerja bagi pemuda lain.
Indonesia membutuhkan pemuda yang mampu
mengintegrasikan diri untuk berkolaborasi satu sama lain. Indonesia membutuhkan
pemuda yang mampu berdiri di kaki sendiri untuk membangun negeri tercinta ini.
Dengan peringatan 71 tahun proklamasi Indonesia, Tanah Air harus terus bekerja
untuk membangun pemuda demi kemajuan bangsa.