Oleh : Ridwan Kamil
"Tiap jaman ada pemimpinnya dan tiap pemimpin akan ada jamannya."
Tiap jaman punya cara dan ekspektasi. Dahulu
masyarakat butuh pemimpin dengan imaji panglima perang nan gagah memimpin di depan. Hari ini masyarakat mengharapkan pemimpin yang berbaur bergaya rakyat kebanyakan. Tidak gaptek dan mampu hadir memimpin di tengah.
Sejak dulu nilai dasar seorang pemimpin tidaklah berubah. Ia diharapkan berintegritas, visioner, berani, pengambil resiko, pemberi solusi, dan lainnya.
 |
Kepemimpinan Ridwan Kamil di Era Digital dan Generasi Milenial |
Namun, hari ini yang dicari adalah nilai tambah. Seberapa relevan
gaya dan cara memimpin di jaman yang serba transparan, serba cepat, serba interaktif. Di jaman milenial digital ini, pujian dan nyinyiran kepada pemimpin saling bersahutan dalam hitungan detik.
###
Jika posisi pemimpin di tengah, ia bisa mendorong pasukan agar lari atau melompat ke depan. Juga sekaligus menyeret pasukan yang lambat tertinggal di belakang.
Artinya hari ini, jika progres ingin hadir cepat, seorang wali kota harus banyak berada di lapangan, tidak melulu duduk manis di belakang meja.
Sidak urusan KTP di kecamatan, bertangan kotor ikut membersihkan jalanan, menertibkan PKL liar, mengecek proyek taman dan bangunan dan lainnya.
Dengan cara itu sistem akan lebih cepat membaik, karena pemimpin dipersepsi selalu berada di tengah pasukan. Pasukan merasa selalu diawasi. Pasukan termotivasi.
Itulah kenapa saya banyak di lapangan. Salah satunya dengan bersepeda. Dengan cara ini di perjalanan bisa menemukan langsung problem lapangan. Bisa bertegur sapa dengan warga.
Itulah kenapa saya ikut Gerakan Pungut Sampah, memotivasi para pelajar sekolah tiap Senin, Rabu, Jumat.
Itulah kenapa saya turun melatih birokrasi tentang pentingnya media sosial untuk berkomunikasi interaktif dan merespon cepat keluhan publik.
Filosofi "Ing Madya Mangun Karso" ini di Bandung, alhamdulillah berhasil mengakselerasi perubahan. Setelah 3 tahun, pelayanan publik dari rapor merah sudah menjadi hijau.
Akuntabilitas kinerja birokrasi dari peringkat ratusan melompat ke peringkat 1 nasional. Adipura hadir lagi setelah 17 tahun absen.
Smartcity sudah ranking 1.
Indeks kebahagiaan warga naik tinggi ke skor 71 yang artinya bahagia.
###
Memimpin di tengah berarti pemimpin terasa hadir lahir batin dalam sistem. Memimpin hari ini harus bisa menjadi sopir sekaligus montir.
Wali kota, bupati, gubernur, dan presiden hari ini dipilih langsung oleh rakyat. Artinya secara emosional, terjadi hubungan tanggung jawab yang langsung dan hubungan batin yang kuat.
Rakyat di era milenial, dengan keseharian internet dan media sosial, bisa mengawasi dan mengomentari langsung semua jejak langkah harian para pemimpinnya. Sebuah interaksi
e-demokrasi.
Demokrasi langsung Indonesia dengan
one man one vote ini memberi banyak dinamika. Siapa pun hari ini bisa terpilih menjadi pemimpin selama mampu
memikat hati para pemilih.
Sisi lainnya, ternyata pemimpin tidak hanya dipilih karena rasionalitas rekam jejaknya. Ada juga pemimpin terpilih karena hal-hal emosional seperti karena penampilannya, karena agamanya, kesukuannya, atau karena bagi-bagi duitnya.
Namun di sisi lain, demokrasi langsung ini berbahaya jika berada di masyarakat yang tidak siap. Masyarakat secara emosional terkadang memaksa pemimpin untuk mengikuti maunya, walau bertentangan dengan hukum formal.
Di sinilah tantangan kepemimpinan hari ini. Karenanya demokrasi terdidik menjadi penting agar tidak jatuh pada tirani populisme.
Karenanya, pemimpin juga harus berani melawan arus jika keputusan publiknya yang sudah memenuhi asa etika keadilan dan hukum masih juga diprotes mayoritas publik yang emosional.
Contoh paling sering adalah kasus-kasus penertiban kampung liar ilegal yang seringkali ditolak warga, padahal sudah diberi ruang dialog, pengertian, dan diberikan hunian pengganti.
Dalam demokrasi hari ini, banyak warga yang menginginkan perubahan namun tidak mau ikut proses pahitnya.
Ingin maju seperti Singapura namun tidak mau ikut dalam perombakan infrastrukturnya. Ingin hebat seperti Jepang, namun tidak mau ikut dalam revolusi mentalnya. Padahal untuk hidup sehat terkadang harus makan obat pahit.